Lanjutan BabII: Menjawab Framing Hanif Dkk Bahwa Penulis Menentang, Mengabaikan Dan Merendahkan Pengakuan Para Ulama Muktabar
―Keabsahan nasab Ba'alawi bukan hal baru (nawazil)
yang tidak pernah dibahas para ulama sehingga membutuhkan ijtihad/penggalian
hukum yang baru. Nasab Ba'alawi dan status mereka sebagai asyraf/sadah sudah
sampai ke tangan para ulama yang kompeten dalam ilmu nasab, ilmu syariah, dan
sejarah semenjak berabad-abad lalu, kemudian disetujui mereka. Di sisi lain,
tha'nu yang membatalkan nasab Ba'alawi baru muncul beberapa tahun belakangan
dari beberapa orang yang mengaku dirinya ulama.‖141
Kata Hanif dkk. kabsahan nasab
Ba‘alwi bukan hal baru. Darimana hanif bisa mengatakan nasab Ba‘alwi absah
beserta seluruh dalil yang telah nyata bahwa Abdullah baru disebut sebagai anak
Ahmad bin Isa dalam kitab nasab setelah 535 tahun. Dan nama ubaid atu
Ubaidillah bahkan hanya muncul dari pengakuan internal Ba‘alwi sendiri yang
kemudian mengasumsikannya sama dengan Abdullah. Lalu absahnya dari mana?
Ulama Yang Mengakui Versus Yang Menolak
Kata Hanif banyak ulama yang telah mengakui nasab Ba‘alwi, ia
mengurut beberapa nama mulai abad ke-lima sampai hari ini. kita akan buktikan
bahwa yang Hanif sebut sebelum abad ke-9 H. itu sebagiannya adalah dusta dan
sebagiannya lagi adalah merebut kesejarahan Jadid. Hanif dkk mengatakan:
―Berikut kami tuangkan nama-nama tersebut secara
ringkas.
1. Al-Nassabah
Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili (w. 435 H)
2. Al-Sayid
Hasan bin Muhammad al-'Allal al-Husaini (w. 460 H)
3. Al-Sayid
Abul Qasim al-Naffath (w. 490 H)
4. Al-Faqih
Hasan bin Rasyid (w. 638. H)
5. Musnad
Syaikh Umar bin Sa'ad al-Dzhafari (w. 667 H)
6. Muarrikh
al-Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi al-Yamani (w. 732 H)
7. Imam
al-Muarrikh Abu Muhammad Abdullah bin As'ad bin Sulaiman al-Yafi'i al-Yamani
al-Makki (w. 768 H)
8. Al-Malik
al-'Abbas bin Ali bin Dawud al-Rosuli (w. 778)
9. Al-Imam
al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan al-Khazraji (w: 812 H)
10. Imam
Taqiu al-Din Muhammad bin Ahmad al-Hasani al-Fasi alMaliki (w. 832 H)
11. Imam
Husein bin Abdurrahman al-Ahdal (w. 855 Η)
12. Al-Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Anshari al-Tarimi (w. 855 H)
13. Al-Nassabah
Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani al-
Musawi (w. 880 H)…‖[1]
Perhatikan, pertama ia menyebut
Syaikh Al-Ubaidili yang wafat tahun 435 H. itu adalah klaim dusta dari Hanif
dkk. Al-Ubaidili tidak pernah mengakui nasab Ba‘alwi. ia memiliki sebuah kitab
berjudul Tahdzib al-Ansab, dalam kitab tersebut ia menyebut Ahmad bin Isa; ia
juga menyebut sebagaian anak Ahmad bin Isa, tetapi ia sama sekali menyebut
Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama
Ubaid/Ubaidillah/Abdullah. Lalu dari mana Hanif dkk.
berani menempatkan Al-Ubaidili sebagai salah seorang yang mengitsbat Ba‘alwi?
di dalam footnotnya Hanif mengatakan hal itu berdasar kutipan Murtadla
al-Zabidi yang wafat tahun 1205 H. tentu maksudnya dalam kitab Al-Raudl
al-jaly. Sedangkan kitab Al-Raudl al-Jaly sudah penulis bahas sebelumnya bahwa
ia terbukti kitab palsu. Bukan kitab karya Murtadla al-Zabidi tetapi karya
Hasan Muhammad Qasim (w. 1394 H. ) lalu dipalsukan nama pengarangnya
seakan-akan sebagai karya Murtadla al-Zabidi. Keterangan lengkap tentang bahwa
kitab ini bukan karya Murtadla al-Zabidi bisa dibaca dalam ―mukaddimah‖ versi
cetak kitab Al-Raudul Jali yang ditahqiq oleh Ba‘dzib.
Lalu urutan dua Hanif dkk.
menyebut nama Hasan al-Allal (460 H.) dan nomor tiga Abul Qasim al-Naffat (490
H.). dua nama yang disebut telah mengitsbat nasab Ba‘alwi itu hanya dusta. Ia
berdasar sanad palsu yang dibuat oleh Salim bin Jindan (w.1969 H.). Penulis
telah jelaskan hal itu sebelumnya. Lalu hanif menyebut urutan keempat nama
Hasan bin Rasyid (638 H.), ini juga dusta. Hasan bin Rasyid hanya menyebut nama
Jadid tidak menyebut Ba‘alwi Abdurrahman Assegaf, itupun tidak menyambungkannya
kepada Ahmad bin Isa sebagaimana juga telah penulis terangkan sebelumnya secara
detail. Begitu juga urutan kelima Hanif menyebut nama Sa‘aduddin al-Dzifari,
itu juga kutipan dusta. Ia hanya bersandar kitab palsu yang terindikasi ditulis
Salim bin Jindan.
Kemudian Hanif dkk. menyebut nama
Al-Janadi (w. 732 H.) pengarang kitab Al-Suluk. Kitab ini sama sekali tidak
menyebut silsilah nasab Ba‘alwi-Abdurrahman Assegaf, tetapi menyebut silsilah
Jadid, dan Jadid bukan adik Alwi. ia orang lain yang tidak sah berhujjah
sejarah dengan kesejarahan orang lain. Penulis katakan kesejarahan orang lain,
karena kitab ini kitab sejarah yang tidak bisa mengitsbat nasab. jadi kitab ini
walau menyebut silsilah jadid bin Abdullah bin Isa, tetapi ia tidak bisa
mengitsbat Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa karena ia bukan kitab nasab. ia
hanya kitab sejarah yang isinya pula bertentangan dengan kitab nasab
Al-Syajarah al-mubarakah.
Pada urutan ketujuh Hanif dkk. menyebut nama Abdullah al-
Yafi‘I (w.768 H.) pengarang kitab Mir‘at al-jinan sebagai
ulama pengitsbat Ba‘alwi, padahal Al-yafi‘I sama sekali tidak menyebut silsilah
nasab Ba‘alwi, ia hanya membuat syair tentang Abu Alwi, dan Abu Alwi yang
dikenal di masa Al-Yafi‘I itu bukan keluarga
Abdurrahman Assegaf, tetapi keluarga Syarif Abul
Jadid. Keluarga Abdurrahman Assegaf mengaku sebagai Abu Alwi di abad ke-9 H.
(tahun 895 H.) lalu mengakuisisi kesejarahan Abu Alwi dan kemudian mulai
memperkenalkan diri mereka sebagai Ba‘alwi.
Pada urutan kedelapan Hanif dkk.
menyebut Malik Abbas (w.778 H.) penulis kitab Al-Athaya al-Saniyah karya
sebagai yang mengitsbat Ba‘alwi. dan pernyataan itu tidak benar. Kitab itu
menyebut nasab Syarif Abul Jadid bukan menyebut keluarga Abdurrahman Assegaf.
Tidak bisa Ba‘alwi berhujjah untuk kesejarahan nasabnya dengan megutip
kesejarahan nasab Syarif Abul jadid, karena tidak terbukti jadid mempunyai adik
Alwi.
Kemudian urutan kesembilan Hanif
dkk. menyebut Al-khozroji (w.812 H.) pengarang kitab Al-iqd al-fakhir. Kitab
ini pula tidak bisa menjadi hujjah nasab Ba‘alwi karena di dalamnya sama sekali
tidak disebut silsilah Ba‘alwi-Abdurrahman Assegaf, yang disebut adalah Abu
Alwi-syarif Abul Jadid.
Inilah sembilan kitab yang diklaim
Hanif dkk. sebagai kitab yang mengitsbat Ba‘alwi yang ditulis sebelum abad ke-9
H. semuanya tidak menyebut nasab Ba‘alwi-Abdurrahman Assegaf tetapi menyebut
nama Syarif Abul Jadid; dan semuanya bukan kitab nasab yang menurut para ahli
nasab, selain kitab nasab tidak sah dijadikan rujukan dalam pengitsbatan nasab.
ketika kitab-kitab di atas tidak sah mengitsbat nasab Syarif Abul jadid, tentu
untuk mengitsbat nasab Ba‘alwi-Abdurrahman Assegaf lebih tidak sah lagi, karena
tidak ada dalil yang menunjukan bahwa Jadid mempunyai adik bernama Alwi
(leluhur Ba‘alwi-Abdurrahman assegaf).
Dr. Abdurrahman bin Majid
al-Qaraja dalam kitabnya Al-Kafi al-
Muntakhob mengatakan:
ولا يقدم تْال على ما يثبتو النسابة خصوصا ان
كانوا اقرب زمانً او مكانً
―(Sejarawan) tidak boleh didahulukan
dari penetapan ahli nasab khususnya jika ahli nasab itu lebih dekat masanya
atau tempatnya.‖[2]
Syaikh Khalil bin Ibrahim berkata: . لا يؤخذ ىذ العلم الا من مصادره ومراجعو
ات١عتمدة
Terjemah:
―Ilmu ini
(penetapan nasab) tidak bisa diambil kecuali dari sumber-sumber dan
referensi-referensinya‖[3]
Pakar nasab Syaikh Khalil bin Ibrahim mengatakan:
فالنسب يثبت اذا وجد في رقعة او كتاب بشرط ان
يكون ىذا ات١كتوب قطعي الدلالة على ات١قصود وليس من ات١ؤتلف اي
متشابو الاتٝاء
Terjemah:
―Maka nasab bisa dikatakan diitsbat jika ditemukan
dalam catatan atau kitab dengan syarat apa yang tertulis itu petunjukya jelas
untuk tujuan (mengitsbat nasab) dan bukan termasuk nama yang mirip.‖[4]
Setelah menyebutkan kitab-kitab
abad ke-delapan, lalu Hanif dkk. menyebut seratus lebih kitab mulai abad
ke-sembilan sampai masa kekinian. Tetapi ia tidak menyebut kitab Al-Burqah
al-Musyiqah karya Ali bin Abubakar al-Sakran (w.895 H.), kenapa? Karena kitab
inilah kitab yang pertama yang secara formal memuat silsilah Ba‘alwiAbdurrahman
Assegaf sampai kepada Ahmad bin Isa. ia adalah kitab internal Ba‘alwi yang di
dalamnya memuat kronologi bagaimana nama Abdullah yang terdapat dalam Al-Suluk
(732 H.) diasumsikan oleh Ali al-Sakran sebagai Ubaidillah lalu disebut Ubaid.
Sebenarnya ada satu kitab lagi di abad sembilan yang patut dicurigai sebagai
creator nasab Ba‘alwi, yaitu kitab karya seseorang yang disebut sebagai murid
Abdurrahman Assegaf yang bernama Abdurahman bin Muhammad al-Khatib (w.855 H.?)
. kitab itu berisi khurafat-khurafat bernama kitab Al-Jauhar al-Syafaf. Tetapi
kitab tersebut mencurigakan. Nama Abdurrahman bin Muhammad yang mempunyai kitab
Al-jauhar al-Syafaf tercatat dalam kitab Hadiyyat al-Arifin karya Ismail Basya
al-Babani telah wafat tahun 724 H., begitu pula dalam kitab Mu‘jam
al-Mu‘allifin karya Ridla Kahhalah. Lalu bagaimana seseorang yang telah wafat
tahun 724 H. dapat hidup lagi di abad ke-9 H. lalu mengarang kitab yang
berjudul sama: Al-Jauwhar al-Syafafdan kemudian wafat tahun 855 H.? oleh karena
kemusykilan dan keanehan itu patut dicurigai kitab itu adalah kitab palsu yang
diatribusikan karya Abdurrahman bin Muhammad al-Khatib. maka kita timpakan
seluruh tanggung jawab kreasi nasab Ba‘alwi ini kepada kitab Al-Burqat
alMusyiqat.
Kitab-kitab yang memuat silsilah
Ba‘alwi setelah kitab AlBurqat al-Musyiqat yang disebutkan Hanif dkk itu,
walaupun jumlahnya ratusan tidak dapat menjadi hujjah nasab Ba‘alwi karena
semuanya merujuk kepada kitab Al-burqat al-Musyiqah. Dalam kaidah para ahli
nasab, banyaknya kitab tidak bisa dijadikan hujjah tersambungnya nasab jika
semuanya berasal dari satu referensi yang sama. Seorang pakar nasab Khalil bin
Ibrahim mengatakan:
لا يحتج بكثرة ات١صادر اذا كانت تنقل من اصل واحد
Terjemah:
―Banyaknya kitab-kitab referensi tidak bisa
dijadikan hujjah jika diambil dari sumber yang satu.‖[5]
Hanif Dkk. Membuat Framing Pembatal Nasab Ba‘alwi
Hanif Alatas dkk. membuat framing
bahwa yang membatalkan nasab Ba‘alwi di Indonesia ini hanya penulis dan Mama
Gufran. Padahal hari ini hampir seluruh kabupaten di Pulau Jawa, Lampung, Bali,
sebagian kalimantan sudah terbentuk organisasi Perjuangan Walisongo Indonesia
(PWI), bahkan beberapa kabupaten sudah terbentuk PWI tingkat kecamatan.
Sedangkan, satu kepengurusan tingkat kabupaten terdiri dari puluhan pengurus
dan ratusan laskar, bayangkan jumlah pengurus dan laskar dari seluruh kabupaten
dan provinsi yang ada di Pulau Jawa, Sumatra, Bali tersebut.
Sebagai contoh penulis akan
sebutkan ulama-ulama Indonesia yang membatalkan Ba‘alwi sebagai keturunan Nabi
Muhammad SAW:
1. K.H.
M. Abas Bili Yahsyi-Pesantren Buntet Cirebon
2. K.H.
Faris Fuad-Pesantren Buntet Cirebon
3. K.H.
Muhammad-Pesantren Balerante Cirebon
4. K.H.
Ahmad Hasan-Pesantren Bendakerep Cierbon
5. Gus
Ali Zen-Pesantren Bendakerep-Cirebon
6. Gus
Saefullah Noval-Pesantren Bendakerep Cirebon
7. K.H.
Suryadi-Ketua PCNU Denpasar-Bali
8. K.H.
Toha-Denpasar Bali
9. Pangeran
Abdullah-Kesultanan Kanoman
10. K.H.
Wahib Mahfudz-Pesantren Kebumen
11. K.H.
Abdurrazaq-Sumedang
12. K.H.
R. Muhammad Amin-Garut
13. K.H.R.
Aceng Abdul Mujib-Cianjur
14. K.H.R.
Alawi Nurul Alam al-Bantani-Bandung
15. K.H.
Ihsan Al-Badawi-Bekasi
16. Tengku
Qori Oktiva-Bekasi
17. K.H.
R. Yusuf Al-Mubarak-Serang Banten
18. K.H.R.
Maujud Astari-Kresek Tangerang Banten
19. K.H.
R. Lutfi Fauji-Kresek Tangerang Banten
20. K.H.R.
Ali Taba-Legok tangerang Banten
21. K.H.R.
Taquyuddin-Lengkong Tangerang Banten
22. K.H.
Utin Abdul Mu‘thi-Cikokol tangerang Banten
23. K.H.
Ahmad Gahzali-Tangerang Banten
24. K.H.
Entis-Paku Haji Tangerang Banten
25. K.H.R.
Hamdan Suhaimini-Serang Banten
26. K.
Nasrurazi-Balaraja Tangerang Banten
27. K.H.R.
Alwiyan Qasid-Citangkil Cilegon Banten
28. Gus
Aziz Jazuli-Serang Banten
29. K.H.
Jaelani-Pandeglang Banten
30. K.H.
Zaenuddin-Pandeglang Banten
31. K.H.
Ahmad Yuri-Petir Serang Banten
32. Gus
Sofyan-Kopo Serang Banten
33. K.H.
Syihab-Labuan Banten
34. K.H.
Suparman Abdul Karim-Lampung
35. Ki
Ageng Fatahilah-fajar Baru Lampung
36. K.H.
Muhammad Yasin-Palimbang
37. Tuan
Guru Ahmad Zein Al-Arsyad-Banjar kalimantan
38. K.H.
Mas Nurhasan-Pesantren Sidogori
39. K.H.R.
Fathullah Fudholi-jember
40. K.H.R.
Mubarak-Gersik
41. K.H.
Muhtadin-Depok
42. K.H.
Abdul Mujib-Depok
43. K.H.
Zen Syarafuddin-Surabaya
44. K.H.
Ahmad Thoifur-papua
45. K.H.
R. Abdussalam Mujib-Jatim
46. K.H.R
Abdul Mughni Mujib-Jatim
47. K.H.
Imam Bukhari-Jatim
48. K.H.
Abdul Hamid-Pasuruan
49. K.H.
Suadi Abu Ammar-Pasuruan
50. KRT.
Fakih Wirahadiningrat-Pasuruan
51. KRT.
K.H. Nur Ihya Hadinegara-Surabaya
52. K.H.
Husnu Mufid-Surabaya
53. K.H.R.
zabidi-surabaya
54. K.H.R.
Ismail-Surabaya
55. K.H.
Ja‘far Fauzi Damanhuri-Batu Ampar Madura
56. K.R.
Abdul Gholib Sahuri-Madura
57. K.
R. Mun‘im Saleh-Berruk Madura
58. K.
R. Minal Bukhari-Madura
59. K.
R. Damanhuri Fauzi-Madura
60. Lora
Ombul-Madura
61. Lora
Khalil Kawakib-Madura
62. K.R.
Thayib Kamil-Beruk Madura
63. Lora
Nawawi Abdul Gaolib-Ombul
64. K.R.
Abdul Halim Bahwi-Sember Anyar Madura
65. Lora
Abdul Hamid Rokeb-pakong
66. K.H.
R. Nurhadi Muhammad-Malang Jatim
67. K.H.
R. Syaikhurrijal-Malang
68. K.H.R.
Imam Makruf-Malang
69. K.H.R.
Zainul Arifin-Malang
70. K.H.R.
Thariq bin Ziyad-Malang
71. K.H.
Marzuki Mustamar-Malang
72. K.H.
Saifuddin Zuhri-Malang
73. K.H.
Mukhlis-Malang
74. Lora
makbul Sulaiman-Madura
75. K.H.R.Muhammad
Amin-Garut
76. K.H.
Fuad-Pleret jogyakarta
77. K.H.
Riyad Mushofa-Sragen
78. K.H.
Mubarak-Womogiri
79. K.H.R.
Anshori-Tuban
80. K.H.R.
Fadil-Grobogan
81. K.H.R.
Mufid-Klaten
82. K.H.
Nawawi-Klaten
83. K.H.
Ja‘far Shadiq-Majalengka
84. K.H.
Muharrar Demak
85. Dan
ribuan lainnya
Pengakuan para Ulama Dijawab dengan Asumsi Hanif Alatas
dkk. dalam bukunya mengatakan: ―Pengakuan tentang keabsahan nasab Ba'alawi atau
Aalu Abi Alawi sebagai dzurriyah Rasulullah Saw. atau status mereka sebagai
al-Husaini dari ulama yang begitu banyak di atas merupakan fakta yang tak
terbantahkan. Segiat apa pun Imaduddin menulis dan berceramah mempropagandakan
pembatalan nasab, Sadah Ba'alawi, hal itu sama sekali tidak mengubah fakta
adanya pengakuan dari para ulama tersebut. Semua yang Imaduddin sampaikan hanya
menunjukkan pendapatnya pribadi.‖[6]
Ucapan Hanif di atas hanyalah
framing saja. Pengakuan ulama setelah abad sembilan itu tidak sah dijadikan
dalil karena bertentangan dengan kitab-kitab nasab sebelum abad sembilan yang
menyatakan bahwa Ubaid/Ubaidillah/Abdullah bukanlah anak Ahmad bin Isa. dengan
tidak sahnya Ubaid sebagai anak Ahmad bin Isa maka tidak sahlah nasab Ba‘alwi
tersebut. Jika Hanif ingin membela nasabnya ia harus dapat menghadirkan satu
saja kitab nasab sebelum abad sembilan yang menyetakan Ubaid sebagai anak
Ahmad, dan itu tidak mungkin, Karena algoritma pencangkokan nasab Ba‘alwi sudah
diketahui yaitu terjadi di abad ke-9 H. dalam kitab Ba‘alwi sendiri AlBurqat
al-Musyiqat. Jadi, banyak nya kitab yang disebutkan oleh Hanif itu semuanya
buntu bersumber dari Al-Burqat.
Seorang pakar nasab Khalil bin Ibrahim mengatakan:
لا يحتج بكثرة ات١صادر اذا كانت تنقل من اصل واحد
Terjemah:
―Banyaknya kitab-kitab referensi
tidak bisa dijadikan hujjah jika diambil dari sumber yang satu.‖[7]
Ia juga mengatakan: اذا عرف
الواضع وعرفت علة الوضع اتٞارحة انتفى الاستدلال―Ketika sudah
diketahui pemalsunya dan diketahui illat (alasan) pemalsuan yang mencela itu
maka hilanglah istidlal (mencari dalil).‖[8]
Hanif alatas dkk. mengatakan:
―1-Yang menyahihkan nasab Ba'alawi adalah mereka
yang punya hubungan perguruan dengan Ba'alawi, seperti al-Imam Murtadha
al-Zabidi yang ber- guru kepada ulama Ba'alawi dari marga Alidrus; 2. Yang
menyahihkan nasab Ba'alawi dilatarbelakangi faktor prasangka baik karena
berinteraksi dengan tokoh Ba'alawi yang baik dan saleh, seperti yang terjadi
pada al-Imam al-Nabhani. Apa yang Imaduddin utarakan merupakan asumsi yang
tidak mengubah fakta pengakuan dari para ulama tersebut. Disadari atau tidak,
Imaduddin seolah-olah menuduh para ulama itu berani mengesahkan nasab yang
tidak sah hanya karena hubungan perguruan dan melihat akhlak yang baik.
Seolah-olah ulama ulama besar itu mengabaikan ancaman Nabi Saw. tentang laknat
Allah atas penisbahan seseorang bukan kepada ayahnya dan ancaman neraka bagi
mereka yang berbohong atas nama Rasulullah Saw. Selain asumsi Imaduddin tidak terbukti,
apa yang diutarakan juga mengandung fitnah yang keji.‖[9]
Kenyataannya memang demikian. Nasab
Ba‘alwi pada awal kemunculannya di abad ke-9-10 H. hanya ditulis oleh internal
Ba‘alwi atau murid-murid Ba‘alwi. mari kita urut kitab-kitab yang menulis nasab
Ba‘alwi di abad ke-9-10 H.:
1. Ali
bin Abubakar al-Sakran (w.895 H.) penulis pertama nasab
Ba‘alwi adalah seorang Ba‘alwi;
2. Abdurrahman
al-Khatib (w.?) penulis Al-jauhar al-Syafaf (?) disebut murid Abdurrahman
Assegaf Ba‘alwi (w.819 H.);
3. Abu
Bakar bin Abdullah al-idrus (w. 914 H.) penulis Al-juz‘ al-latif; pengijajah
kain tarikat kepada Ibnu hajar al-Haitami;
4. Muhammad
Ali Khirid Ba‘alwi (w. 960 H.) penulis Gurar alBaha al-Dau‘.
Perhatikan! Empat buah kitab karya
Ba‘alwi dan muridnya inilah yang memagari nasab Ba‘alwi di abad ke-9-10 H. lalu
kitab-kitab selanjutnya mengambil dari kitab-kitab tersebut kemudian mentok di
kitab Al-Burqat tahun 895 H. tidak ada lagi sebelum kitab Al-Burqat yang
menyebut nama keluarga Ba‘alwi.
Dalam kaidah
ilmu nasab, kitab-kitab yang ditulisa oleh orang berekepentingan tidak bisa
dijadikan hujjah. Abdul Majid al-Qaraja
dalam kitabnya Al-kafi al-Muntkhab: ات١صلحة فان ظهرت مصلحة عند ات١ثبت او النافي
يتًك قولو-5- غالبا ، وقد يعمل بنقيض مصلحتو في حالات ت٥صصة،
ولا يؤخذ بقولو
الا اذا وجد ما يعضده عند غتَه ت٦ن ليست ت٢م مصلحة ولم
ينقلوا عن من لو مصلحة،"
Terjemah:
―Yang kelima adanya al-maslahat (kepentingan). Maka
jika dari seorang yang meng-itsbat dan menafikan (nasab) jelas ada kepentingan
maka biasanya pendapatnya ditinggalkan. Kadang dalam hal-hal tertentu
pendapatnya dapat digunakan jika bertentangan dengan kepentingannya. Dan tidak
dapat diambil pendapatnya kecuali dikuatkan oleh ulama lainnya yang tidak
berkepentingan. Para ulama nasab tidak mengutip dari orang yang punya
kepentingan.‖[10]
Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami Hanif dkk. mengatakan:
―Yang menyahihkan nasab Ba'alawi hanya menukil dari
orang sebelumnya, seperti yang dilakukan al-Imam Ibnu Hajar al-
Haitami. Lagi-lagi, fakta dijawab dengan asumsi yang dipaksakan.
Entah karena tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu bahwa ilmu nasab memang
dibangun di atas periwayatan 'amûd al-nasab, sebagaimana yang telah kami
jelaskan, sehingga penukilan dalam meriwayatkan nasab adalah sebuah
keniscayaan. Selain itu, dalam dunia penulisan, ada sebuah kaidah yang maklum
dan populer, yaitu kutipan seorang muallif (pengarang/penulis) atas suatu
sumber tanpa memberikan bantahan atau koreksi adalah bentuk persetujuannya
terhadap substansi catatan tersebut. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh
para ulama:
:و من قواعدىم إذا نقلوا عن الغتَ و لم يتعقبوه
فهو تقرير وعلامة على اعتماد.
Jadi, ulama yang mengutip dari orang lain dan memuat
di bukunya tentang keabsahan nasab Sadah Ba'alawi merupakan bentuk pengakuan
dari ulama tersebut. Jika mereka menganggap nasab tersebut tidak sah, mereka
wajib memberikan catatan seperti yang dilakukan beberapa ulama terhadap
beberapa nasab-nasab bermasalah, sebagaimana telah kami contohkan saat
menjelaskan penyimpangan pertama di bab ini.‖[11]
Kenyataannya memang Ibnu Hajar
al-Haitami hanya mengutip dari kitab Al-Juz‟
al-latif karya Abubakar al-Idrus. Silahkan baca dan perhatikan isi kitab Al-Tsabat Ibnu Hajar dari mulai halaman
195 sampai halaman 213 lalu bandingkan dengan kitab Al-juz‟ al-lathif dari mulai halaman 493[12]
dst. Lihat isi keduanya sangatlah mirip hanya sedikit kalimat yang
dirubah.
Dalam kitab Tsabat-nya Ibnu Hajar Al Haitami menyebut sanad khirqoh sufiyah
Syekh Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Bakar AlIdrus (w. 914). Benarkah dengan ia
menyebut sanad itu, Ibnu Hajar mengitsbat nasab Ba Alawi?
Dalam kitab
Tsabat itu, Ibnu Hajar menyebutkan sanad Abu Bakar bin Abdullah Al idrus.
Tetapi Ibnu Hajar mengakui bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Syekh Abu Bakar
tersebut. Ia mengatakan: و ىو وإن لم ألقَوُ أيضاً لكتٍ لقيتُ كثتَاً من
تلامذتو )۳( ووقع .بيتٍ وبينهم ما يجوز لي الرواية عنو
―Dan ia (Abu Bakar al Idrus), walau aku tidak
bertemu dengannya lagi, tetapi aku bertemu banyak dari muridmuridnya. Dan
antara aku dan murid-muridnya itu terjadi sesuatu (kesepakatan) yang akhirnya
memperbolehkan aku untuk meriwayatkannya.‖[13]
(tsabat Ibnu Hajar al Haitami h. 195).
Perhatikan kalimat Ibnu Hajar al
Haitami ketika ia menyebutkan sanad itu. ia hanya mengutip kalimat Abu Bakar al
Idrus dengan kalimat: Qola al qutub Abu Bakar al Idrus (telah berkata Abu Bakar
al Idrus). Jadi yang terdapat dalam kitab Ibnu Hajar itu bukan kata-kata Ibnu
Hajar al Haitami, tetapi kata-kata Abu Bakar al Idrus. Ibnu Hajar hanya
mengutipnya saja. Kutipan Ibnu Hajar sebagai mana di bawah ini:
ولنختم بطريقة جليلة عالية ات١قدار؛ لأن مشايخها
من أوت٢م إلى منتهاىم من آل البيت، كل عن أبيو، قال القطب أبو بكر العيدروس
لبسْتها من القطب عبد الله العيدروس، من أبيو أبي بكر: وىو أبيو عبد الرتٛن السقاف
، وىو من أبيو محمد، من أبيو علي، من أبيو علوي من أبيو الفقيو محمد الذي يتشعب
منو أنساب بتٍ علوي ، من أبيو علي ، من أبيو محمد ، من أبيو علي: من أبيو علوي ،
من أبيو محمد ، من أبيو علوي من أبيو عبد الله من أبيو أتٛد من أبيو عيسى ، من
أبيو محمد ، من أبيو علي ، من أبيو جعفر الصادق من أبيو الباقر، من أبيو علي زين
العابدين من أبيو سيد الشهداء اتٟستُ، من أبيو علي، من رسول الله ملسو هيلع هللا عدد معلوماتو أبدا
Lalu jika kalimat tentang susunan
sanad itu bukan ucapan Ibnu Hajar, tetapi ucapanan Abu Bakar al Idrus, dari
mana Ibnu Hajar mendapatkannya? Ternyata Syekh Abu Bakar Al-Idrus, menulis
sebuah kitab yang berjudul ―Al-Juz‟ullatif
fi Tahkimisyarif” . kalimat itu terdapat dalam kitab tersebut.
Silahkan baca cetakan kitab Al-juz‘ullatif tersebut (halaman
493) yang dicetak dalam satu jilid bersama kitab Syekh
Abu Bakar Al-Idrus lainnya, “Diwanul
Adni”. Dua Kitab itu di cetak oleh Ahmad Muhammad Barokat melalui maktabah
Darussanabil Damaskus dan Al-hawi Beirut cetakan pertama tahun 1432 H/2011.
قلت : ألبستٍ شيخي ووالدي ، الشيخ الولي الكامل
الفاضل ، قوت الكائنات ، عفيف الدين ، ت٤يي النفوس والدروس ، عبد الله ات١كتٌ
بالعيدروس بن أبي بكر رضي الله عنه ، كما ألبسو والده الشيخ الكبتَ أبو بكر
السكران ، كما البسو والده الشيخ ، إمام اتٟقيقة والطريقة ، عبد الرتٛن السقاف ،
كما ألبسو والده الشيخ ات٢مام محمد مولى الدويلة ، كما أثبتو والده الصالح الولي
علي ، كما ألبسو والده الولي العارف ، ذو العلوم وات١عارف ، ات٠بر العلامة علوي بن
محمد ، كما أليسو والده قطب الأقطاب ، الفرد الغوث ، اتٞامع بتُ علمي الشريعة
والطريقة ، ات١تحلي بثمرات اتٟقيقة ، القدوة الرحلة في زمنو ، ات١شهور بالفقيو
محمد بن علي ، مقدم التًبة بتًنً حرسها الله تعالى وسائر بلاد الإسلام ، وىو جد آل
باعلوي ، ومنو يتشعب نسبهم الشريف ، كما ألبسو والده علي بن محمد ، كما أليسو
والده صاحب مرباط محمد بن علي ، كم البسو والده خالع قسم علي بن علوي - وعلي بن
علوي ىذا الذي ذكره اتٞندي وات٠زرجي واليافعي وحستُ الأىدل وتٚاعة من ات١ؤرختُ أنو
كان إذا صلى ... يكرر السلام على النبي صلى الله عليو وسلم حتى يسمع رد سلام جده
عليو أو كما قالوا ، انتهى - كما ألبسو
والده علوي بن محمد ، كما ألبسو والده محمد بن علي ، كما ألبسو والده الإمام أمتَ
ات١ؤمنتُ علي بن أبي طالب ، كما ألبسو علوي ، كما ألبسو والده علوي بن عبيد الله ، كما ألبسو والده
عبيد الله بن أتٛد ، كما ألبسو والده أتٛد بن عيسى ، كما ألسو والده عيسى بن محمد
، كما ألبسو والده محمد بن علي
العريضي…
Perhatikan, susunan yang
disebutkan Ibnu Hajar itu namanamanya sama, hanya saja Ibnu Hajar banyak
menghapus gelar-gelar yang tidak penting. Ia hanya menyebut nama tanpa gelar.
Perhatikan
pula lafadz Ibnu Hajar: مه أتٍأتًٍ انفقٍانفقًٍ محمد انذي
ٌتشعة مىً أوساب تىً عهُي (dari bapaknya yaitu alfaqih (al Muqoddam)
Muhammad yang bercabang darinya nasab Ba‘alwi. kalimat tersebut mirip dengan
kalimat Abu
Bakar al Idrus dalam Al Juz‘ullatif seperti berikut
ini: مىً ٌتشعة وسثٍٍمانشزٌف (darinya bercabang
nasab mereka yang mulia). Mirip bukan? Ini menunjukan kalimat-kalimat yang
ditulis Ibnu hajar dalam kitabnya itu hanya menukil dari kitab Abu Bakar al
Idrus.
Dari sana kita melihat bahwa
kesimpulan Ibnu Hajar mengitsbat nasab Ba Alawi itu tidak benar. Namun ia hanya
mencantumkan susunan silsilah sanad itu sesuai dengan yang ia dapat dari kitab
―Al Juz‘ullatif‖. Dan kalimat seperti itu tidak bisa mengisbat nasab, sesuai
dengan teori ilmu nasab. sebagai contoh mari kita baca apa yang disebutkan seorang
pakar nasab Syekh Khalil Ibrahim dalam kitabnya Muqaddimat fi Ilm al Ansab:
النسب يثبت باربع طرق الاول الرقعىة اي ات١كتوب
وشرط ات١كتوب أن يكون قطعي الدلالة صحيحا. فليس كل ما كتب صحيحا وليس كل ما يكتب
يراد منو ات١قصود. فالنسب يثبت إذا وجد في رقعة أو كتاب بشرط أن يكون ىذا ات١كتوب
قطعي الدلالة على ات١قصود وليس من ات١ؤتلف أي متشابو الأتٝاء
―Nasab itu bisa ditetapkan dengan empat cara: yang
pertama adalah catatan (yang ditulis). Dan syarat catatan itu harus secara
sahih ―qat‘iyyuddilalah‖ (dilalah yang qot‘i). maka tidak setiap apa yang
dicatat itu hukumnya sahih; dan tidak setiap apa yang tercatat itu diinginkan
darinya tujuan (itsbat). Maka nasab itu bisa ditetapkan jika terdapat dalam
catatan atau kitab dengan syarat catatan itu dilalahnya qot‘I untuk tujuan
(isbat). Dan catatan itu tidak termasuk ke dalam kategori nama yang mu‘talif
dan mutasyabih (nama yang mirip).‖[14]
Dari narasi pakar ilmu nasab Syekh
Khalil Ibrahim di atas jelas bahwa tulisan Ibnu Hajar yang hanya menyebut sanad
Abu Bakar al Idrus, yang terdapat di dalamnya nama Abdullah bin Ahmad bin Isa,
secara ilmu nasab tidak bisa disebut mengitsbat. Ibnu hajar hanya mengutip apa
adanya seperti yang terdapat dalam kitab milik Abu Bakar al Idrus. Jadi sama
sekali tidak dapat dikatakan bahwa Ibnu
Hajar itu telah mengitsbat nasab Ba‘alwi, ia hanya mengutip
tulisan dari seorang Ba‘alwi.
Sebuah narasi dalam kitab bisa
dikatakan mengitsbat nasab harus disyaratkan ―qat‘iyyuddilalah‖ (petunjuk yang
jelas), seperti jika Ibnu Hajar mengatakan: ٌذي انسهسهح صحٍحح
(dan silsilah nasab ini sahih), baru itu namanya mengitsbat. Sedangkan dalam
kitab tsabatnya itu Ibnu Hajar sama sekali tidak menyebutkan kalimatkalimat
yang mengindikasikan ia mengitsbat nasab itu. kitabnya itu adalah kitab sanad
keguruan bukan kitab nasab. ia hanya memberitakan bahwa sanad tarikat dari Abu
Bakar al Idrus, katanya, susunannya seperti itu, sesuai yang ia tulis dalam
kitabnya, Al Juz‘ullatif‖. Mengenai apakah benar atau tidak susunan itu, Ibnu
Hajar tidak berkomentar. Jadi jelas, pendapat yang mengatakan bahwa Ibnu
Hajar telah
mengitsbat nasab Ba‘alwi adalah tidak benar. Hanif dkk. juga mengatakan:
―Khusus masalah Imam Ibnu Hajar al-Haitami,
Imaduddin memang mengutip secara utuh redaksi beliau. Sayangnya, kebencian
Imaduddin kepada Ba'alawi yang begitu la tampakkan membuat mata dan hatinya
tertutup untuk melihat pernyataan al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami-sebelum
mengutip perkataan Sayidina Abu Bakar bin Abdullah Alidrus-bahwa semua nama
yang ada dalam sanad tersebut adalah min "ali albait", keluarga
Rasulullah Saw. Ibnu Hajar berkata: َنىختم تطزٌقح
، جه ٍهح عانٍح انمقذار؛ لأن
مشاٌ خٍٍا مه أَ نٍٍم إنى مىتٍ اٌٌم مه آل انثٍت، كم عه أتٍأتًٍقال انقطة أتُ تكز
انعٍ ذرَص Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang ditunjukkan Imad.
Meskipun pendapatnya bertentangan dengan ulama-ulama besar yang menyatakan
keabsahan nasab Ba'alawi dan pendapatnya syadz (menyelisihi semua ulama),
bahkan munharif (menyimpang), Imaduddin dengan penuh percaya diri menyatakan
bahwa pendapatnya tentang pembatalan nasab Ba'alawi merupakan hal yang qath'i
(memiliki kebenaran absolut). Bagi Imad, pendapat semua ulama yang menyatakan
keabsahan nasab Ba'alawi sudah pasti salah.‖
Kenapa Ibnu Hajar menyatakan semua
nama dalam sanad yang akan ia sebutkan adalah keturunan Alu al Bait? Karena ia
mengutip Abubakar al-Idrus yang menyebutkan demikian. Perhatikan ucapan
Abubakar al-Idrus:[15]
ولنا طريقة اخرى من طريق اىل البيت...الى ان
قال: قلت : ألبستٍ شيخي ووالدي ، الشيخ الولي الكامل الفاضل ، قوت الكائنات ، عفيف
الدين ، ت٤يي النفوس والدروس ، عبد الله
ات١كتٌ بالعيدروس بن أبي بكر رضي الله عنه
Perhatikan! Yang menyebut ahli
bait itu adalah Abubakar alIdrus lalu kemudian Ibnu Hajar mengutipnya tanpa
mencurigai pengakuan itu sahih atau tidak. Ditambah sebenarnya Ibnu Hajar tidak
pernah bertemu dengan Abubakar al-Idrus tersebut sesuai pengakuannya yang telah
penulis sebutkan.
Hanif Mengatakan:
―Konsekuensinya, mereka yang menyatakan nasab
Ba'alawi secara sahih seolah-olah tidak paham ilmu nasab, syariat, dan sejarah.
Hanya dia sendiri yang paham.Tidak sampai di situ, dia juga menegaskan bahwa
dirinya tidak akan percaya pada kesahihan nasab Ba'alawi meskipun ulama dari
seluruh dunia dan semua ahli fatwa telah mengeluarkan fatwa bahwa nasab
tersebut sahih, "walau aftal muftûn. Jika yang menyatakan dan mengakui
keabsahan nasab Sadah Ba'alawi hanya satu atau dua ulama, mungkin saja keduanya
salah. Namun, dalam hal ini pengakuan itu datang dari sangat banyak ulama,
bahkan tembus angka ratusan. Apakah mereka semua salah berjamaah dan tidak
mengerti ilmu nasab dan syariat secara berjamaah? Dan, apakah hanya dia yang
benar dan mengerti?‖[16]
Mengenai ucapan penulis: Walaw
afta al-muftun (walau para ahli berfatwa telah berfatwa), kalimat itu diambil
dari sebuah hadits. Jadi penulis mengikuti Rasulullah SAW bahwa kebenaran dan
kebatilan itu ada ciri-cirinya dihati kita. Jika kita telah yakin akan sebuah
kebenaran maka kita tidak boleh berubah darinya walau semua orang
berfatwa.
عن أبي ثعلبة ات٠شتٍ رضي الله عنه قال : قالَ
رسُول الَّلَِّ صَلى الَّلَُّ عَليوِ وَسَلمَ )الِْبرُّ مَا سَكَنتْ إليْوِ النَّ
فْسُ وَاطمَأنَّ إليْوِ القَلْبُ، وَالِْإثْمُ مَا لَمْ تسْكُنْ إليوِ النَّ فْسُ
وَلَمْ يطمَئنَّ إليْوِ القَلْبُ، وَإنْ أفْ تاكَ المُفْتونَ(
رواه أتٛد
Terjemah:
―Diriwayatkan dari Abi Tsa‘labah al-Khasyani RA ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda: kebaikan adalah apa yang dirasa enak dalam
jiwa dan tentram dalam hati; dosa itu apa yang tidak enak dalam jiwa dan tidak
tentram dalam hati walau para ahli fatwa telah berfatwa.‖ (H.R. Ahmad)
Dari hadits tersebut kita memahami
bahwa tidak boleh nasab seperti Ba‘alwi yang menyimpang dari kitab-kitab nasab
itu kita terima kesahihannya walau banyak orang yang menyatakannya sahih.
Adapun ucapan Hanif tentang banyaknya ulama yang mencatat setelah abad sembilan
tentang nasab Ba‘alwi itu tidak bisa menjadi hujjah karena semuanya mengambil
dari kitab Ba‘alwi sendiri di abad ke-9 H. yang bertentangan dengan kitab-kitab
ulama nasab abad sebelumnya. Seorang
pakar nasab Khalil bin Ibrahim mengatakan:
لا يحتج بكثرة ات١صادر اذا كانت تنقل من اصل واحد
Terjemah:
―Banyaknya kitab-kitab referensi tidak bisa dijadikan
hujjah jika diambil dari sumber yang satu.‖[17]
Jika Nasab Ba’alwi di-Bahtsul Masail-kan oleh NU
Menurut Hanif alatas dkk.
diskursus nasab Ba‘alwi jika dibahtsulmasa‘il-kan akan menjadi sahih karena
dalam metode Bahtsul Masa‘il (BM) NU apabila masalah yang dibahas sudah
disebutkan dalam suatu kitab, maka itu sudah bisa dijadikan hujjah. Ungkapan
Hanif itu meremehkan kredibilitas para ulama NU. Tidak setiap yang ada di suatu
kitab dapat diambil untuk dijadikan hujjah. Ia membutuhkan syarat-syarat apakah
pendapat itu bertentangan dengan dalil hukum yang lebih tinggi atau tidak yaitu
Al-Qur‘an, Hadits dan Ijma‘. Walau ada dalam suatu kitab, jika bertentangan
dengan ketiganya maka tidak akan diambil. Yang kedua, apakah pendapat itu kuat
atau tidak, jika ada yang lebih kuat maka pendapat yang terdapat dalam suatu
kitab tidak akan dijadikan hujjah dalam BM-NU.
Kemudian akan dilihat apakah
masalah itu adalah masalah pendapat ulama atau masalah sejarah. Jika pendapat
ulama maka yang diperlukan adalah dalil dari Al-Qur‘an, Hadits dan Ijma; jika
pendapat itu adalah sejarah maka akan ditelusuri kitab-kitab yang lebih dekat
masanya dengan peristiwa yang sedang dibahas. Kitab-kitab yang lebih dekat
masanya dengan peristiwa akan didahulukan daripada kitab-kitab yang baru. Jika
masalah itu adalah masalah nasab, maka akan dilihat kitab-kitab nasab yang
paling tua yang paling dekat masanya dengan nama yang dianalisa.
Jika masalah nasab Ba‘alwi akan
di-bahtsulmasa‘il-kan, maka kontruksi-nya akan seperti di bawah ini:
Draft Bahtsul Masail
Nu Tentang Nasab Ba’alwi
Deskripsi Masalah
Hampir dua tahun ini, media sosial
diramaikan oleh diskursus tentang nasab para habib di Indonesia yang berasal
dari Klan Ba‘alwi. Diskursus itu dipicu oleh sebuah ―tesis‖ seorang ulama asal
Banten yang bernama K.H. Imaduddin Utsman al Bantani yang menyatakan bahwa
nasab mereka kepada Nabi Muhammad SAW terbukti sebagai nasab yang ―batilun‖,
―maudu‘un‖ munqati‘un‖ (batal, palsu dan terputus). Majalah berita mingguan
TEMPO, dalam edisi liputan khusus ‗;Idul Fitri 1445 H, mengangkat isu ini dalam
salah satu judul bagian kontroversi ―Penelitian Imaduddin Utsman mengungkap
dugaan terputusnya nasab habib di Indonesia‖.
Klan Ba‘alwi sendiri berasal dari
Tarim, Hadramaut, Yaman. Sebagian dari mereka bermigrasi secara masiv ke Indonesia
pada sekitar tahun 1880 sampai tahun 1943 M (Jajat Burhanuddin, 2022). Dalam
hubungan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, mereka mengaku sebagai keturunan
Nabi Muhammad SAW dengan sebutan ―habib‖. Dalam literature kitab-kitab karya
ulama mereka, hubungan kekerabatan nasab mereka dengan Nabi Muhammad SAW itu
diperoleh melalui jalur Ahmad bin ‗Isa (w. 345 H. ?) bin Muhammad al-Naqib bin
‗Ali al-‗Uraidi bin Ja‘far al-Sadiq bin Muhmmad alBaqir bin ‗Ali Zainal ‗Abidin
bin Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad SAW. Ahmad bin Isa sendiri telah
terkonfirmasi dalam kitab-kitab nasab mu‘tabar sebagai keturunan Nabi Muhammad
SAW.
Untuk klaimnya tersebut, setelah
550 tahun wafatnya Ahmad bin Isa, mereka menulis banyak kitab-kitab mulai dari
abad sembilan sampai abad kelimabelas Hijriah tentang historiografi sejarah
ketokohan dan nasab leluhur mereka. Ulama klan Ba‘alwi yang pertama menulis
historiografi tersebut adalah Ali bin Abubakar al
Sakran (w.895 H.) dalam kitabnya yang berjudul ―Al Burqat al
Musyiqat‖, dilanjutkan oleh Abubakar bin Abdullah al Idrus (w.914 H.) dalam
kitabnya ―Al Juz‘ al Latif‖ dan Muhammad Ali Khirid Ba‘alwi (w.960 H.) dalam
kitabnya ―Al Gurar‖. Dalam kitab-kitab
(sumber internal) tersebut mereka menyatakan bahwa Ahmad bin
Isa ―hijrah‖ (pindah) dari Bashrah ke Hadramaut tahun 317 H, sehingga ia
dikenal dengan gelar ―al-muhajir‖ (orang yang berpindah). Ahmad bin Isa,
menurut mereka, adalah seorang ―imam‖ yang wafat dan dimakamkan di Hadramaut.
Mereka juga menyatakan bahwa leluhur mereka yang bernama ‗Ubaidillah (w. 383
H.) adalah seorang ―imam‖ dan ulama yang merupakan salah satu dari anak Ahmad
bin Isa.
Adapun silsilah lengkap nasab Ali
bin Abubakar al Sakran sampai Ahmad bin Isa, sebagaimana yang ditulis oleh yang
bersangkutan dalam ―Al Burqat‖ adalah: Ali (w. 895 H.) bin Abubakar al Sakran
bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi Al Gayyur
bin Muhammad (Faqih Muqoddam) bin Ali bin Muhammad (Sahib Mirbat) bin Ali
Khaliqosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah (w. 383
H.) ―bin‖ Ahmad bin Isa (w. 345 H.) (Al Burqat h. 148-149).
Menurut Kiai Imad, klaim-klaim
yang dinyatakan ulama ulama Ba‘alwi itu tidak berdasar referensi apapun. Ahmad
bin Isa tidak terkonfirmasi dalam kitab- kitab abad empat sampai kedelapan
Hijriah berhijrah ke Hadramaut; begitupula ia tidak terkonfirmasi dalam
kitab-kitab abad keempat sampai delapan Hijriah bergelar ―al Muhajir‖ dan wafat
serta dimakamkan di Hadramaut; seperti juga ia tidak terkonfirmasi kitab abad
keempat sampai delapan Hijriah ia mempunyai anak bernama Ubaidillah.
Menurut Kiai Imad, pengakuan itu
baru muncul pada abad kesembilan Hijriah diplopori oleh Ali bin Abubakar al
Sakran yang wafat tahun 895 H. Menurut Kiai Imad, pengakuan keluarga Ba‘alwi
sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW itu tertolak karena pengakuan itu tidak
terkonfirmasi sumber-sumber sejarah sebelumnya.
Diskursus itu semakin meluas ketika
seorang ahli biologi yang bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional yang
bernama DR. Sugeng Pondang Sugiharto menyatakan bahwa dari 180 orang klan
Ba‘alwi yang telah melakukan uji tes DNA, hasil
mereka menunjukan bahwa mereka tidak terkonfirmasi secara genetic sebagai
keturunan Nabi Muhammad SAW. Menurut DR Sugeng, jangankan sebagai keturunan
Nabi Muhammad SAW, klan Ba‘alwi ini tidak terkonfirmasi sebagai keturunan Arab
garis Nabi Ibrahim AS.
PERTANYAAN:
1. Adakah
kitab abad keempat sampai delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa
berhijrah ke Hadramaut?
2. Adakah
kitab abad keempat sampai abad ke delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad
bin Isa bergelar Al Muhajir?
3. Adakah
kitab abad keempat sampai kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa
wafat dan dimakamkan di Hadramaut?
4. Adakah
kitab abad keempat sampai kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ubaidillah
adalah salah satu anak dari Ahmad bin Isa?
5. Benarkah
hasil tes DNA Klan Ba‘alwi (habib) terbukti bukan keturunan Nabi Muhammad SAW?
6. Apa
hukum penggunaan tes DNA dalam memvalidasi nasab menurut hukum Islam?
Draft Jawaban Bahtsul
Masa’il Tentang Nasab Ba’alwi
1. Adakah kitab abad keempat sampai delapan
Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa berhijrah ke Hadramaut?
Tidak ada kitab-kitab nasab dan
sejarah yang sezaman atau yang paling dekat masanya dengan Ahmad bin ‗Isa
sampai abad ke delapan Hijriah yang mengkonfirmasi bahwa Ahmad bin ‗Isa pernah
ke Hadramaut, apalagi hijrah untuk menetap di sana. ‗Ali bin Abu Bakar
al-Sakran (w.895 H.), adalah ulama dari klan
Ba‘alwi yang pertama secara formal menulis bahwa Ahmad bin
‗Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut (Al Burqat h. 131) tanpa referensi.
Ahmad bin Isa tereportase berada
di Madinah tahun 234 H di sebuah kampung bernama ―Surya‖ oleh seorang ulama
bernama Abu Ja‘far Muhammad bin al-Hasan al-Tusi (w. 460 H.) dalam kitabnya “Al-Gaybah”.
165عنو عن اتٛد بن عيسى العلوي من ولد علي بن جعفر
قال: دخلت على ابي اتٟسن عليو السلام بصريَ فسلمنا عليو فإذا ت٨ن بأبي جعفر وابي
محمد قد دخلا فقمنا الى ابي جعفر لنسلم عليو فقال ابو اتٟسن عليو السلام ليس ىذا
صاحبكم عليكم بصاحبكم واشار الى ابي محمد عليو السلام
Terjemah: ―165-Diriwayatkan darinya (Sa‘ad bin Abdullah),
dari Ahmad bin ‗Isa al-Alwi, dari keturunan ‗Ali bin Ja‘far, ia berkata: ‗Aku
menemui ‗Ali Abul Hasan, alaihissalam, di Surya, maka kami mengucapkan salam
kepadanya, kemudian kami bertemu Abi Ja‘far dan Abi Muhammad, keduanya telah
masuk, maka kami berdiri untuk Abi Ja‘far untuk mengucapkan salam kepadanya,
kemudian Abul Hasan, alalihislam, berkata: ‗Bukan dia sohibmu (pemimpinmu),
perhatikanlah pemimpinmu, dan ia mengisaratkan kepada Abi Muhammad,
alaihissalam.‖[18]
Dari riwayat di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa hal:
pertama bahwa Ahmad bin ‗Isa adalah seorang ―syi‘iy imamiy‖
(orang Syi‘ah Imamiyah). Sulit sekali untuk
dimengerti dan diterima logika, seorang Syi‘ah Imamiyah seperti Ahmad bin ‗Isa,
kemudian ia hijrah ke Hadramaut yang ketika itu dikuasai oleh kaum Ibadiyah
yang anti terhadap Syi‘ah. ; kedua, Ahmad bin ‗Isa berada di Kota Madinah pada
tahun 234 H sekitar umur 20 tahun.
Dari situ, historiografi ulama Ba‘alwi menghadapi
kontradiksi dilihat dari urutan tahun yang mereka ciptakan. Misalnya, Ba‘alwi
mencatat, bahwa tahun hijrah Ahmad bin ‗Isa ke Hadramaut adalah tahun 317
Hijriah (Al Gurar h. 96), dan tahun wafatnya adalah tahun 345 Hijriah (Al
Masyra‘ al Rawi Juz 1 h. 249). Jika Ahmad bin ‗Isa, pada tahun 234 H. berumur
20 tahun, maka berarti ketika hijrah itu ia telah berumur 103 tahun, dan ketika
wafat ia telah berumur 131 tahun. Sangat janggal, ada seseorang yang sudah tua
renta yang berumur 103 tahun berpindah dari Basrah ke Hadramaut dengan jarak
lebih dari 2000 km. seperti juga sangat kecil kemungkinan ada orang yang bisa
mencapai usia 131 tahun.
Kesimpulan: Tidak ada kitab-kitab
abad keempat sampai kedelapan yang menyatakan Ahmad bin Isa pindah ke
Hadramaut.
Kronologi narasi Ba‘alwi bahwa Ahmad bin
Isa hijrah dari Basrah ke Yaman:
Mengira bahwa Ahmad bin Isa bin
Muhammad al Naqib ada di Basrah. Padahal yang di Basrah itu adalah Ahmad bin
Isa bin Zaid bukan Ahmad bin Isa bin Muhammad al Naqib.
Mendompleng sejarah Bani Ahdal
yang disebut Al Janadi (w. 732 H.) dalam kitab Al Suluk bahwa leluhurnya yang
bernama Muhammad bin Sulaiman berhijrah dari Irak ke Yaman (Al Suluk juz 2 h.
360). lalu Ba‘alwi menyatakan bahwa leluhur mereka Ahmad bin Isa ikut berhijrah
ke Yaman bersama Muhammad bin Sulaiman itu.
Dalam kitab keluarga Ba‘alwi Al
Gurar (h. 98) karya Muhammad Ali Khirid (w. 960 H.) dan kitab keluarga Al Ahdal
yaitu Tuhfat al Zaman (juz 2 h. 238) karya Husain Al Ahdal (w.855 H.) disebut
antara Muhammad bin Sulaiman dan Ahmad bin Isa adalah saudara kandung atau
saudara sepupu. Berarti ayah atau kakeknya harusnya sama. Tetapi hari ini
silsilah Ba‘alwi dan Al Ahdal berbeda beda. Ba‘alwi menulis Alwi bin Ubed bin
Ahmad bin Isa terus sampai ke Ali Al Uraidi; sedangkan Al Ahdal menulis
silsilahnya Muhammad bin Sulaiman bin Ubed bin Isa bin Alwi terus sampai ke
Musa al Kadzim. Tidak ketemu satu kakek.bagaimana dua orang bersaudara garis
laki tapi kakeknya tidak sama?
2. Adakah kitab abad keempat sampai abad ke
delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa bergelar Al Muhajir?
Tidak ada kitab abad ke-empat sampai
kedelapan yang menyebut Ahmad bin Isa bergelar ―Al Muhajir‖. Gelar yang ditulis
oleh kitab-kitab nasab untuk Ahmad bin Isa adalah ―Al
Abah‖ dan ―Al Naffat‖. penyebutan pertama dari keluarga
Ba‘alwi untuk Ahmad bin ‗Isa dengan sebutan ―Al-muhajir‖ dilakukan oleh Ahmad
bin Zein al-Habsyi (w.1144 H.) ulama abad ke duabelas Hijriah dalam kitab
―Syarh al ‗Ainiyyah‖ (h.129).. Jadi, gelar itu disematkan kepadanya setelah 799
tahun, dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin ‗Isa sampai wafatnya Ahmad bin
Zein al-Habsy.
Perhatikan redaksi Al-Ubaidili (w.437 H.) dalam kitab
―Tahdzib al Ansab‖ di bawah ini:
واتٛد بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي
يلقب النفاط
Terjemah: ―Dan Ahmad bin ‗Isa al-Naqib bin Muhammad
bin ‗Ali al-Uraidi, diberi gelar ‗al-Naffat.‖160
Perhatikan pula redaksi Al Umari (w.490 H.) dalam kitab
―Al Majdi‖ di bawah ini:وأتٛد ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو
كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو
مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضي.
Terjemah: ―Dan Ahmad Abul Qasim al-Abh yang dikenal
dengan ―al-naffat‖ karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia
mempunyai keturunan di bagdad dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dalal Aladdauri di
Bagdad, aku melihatnya (AlHasan) wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia (Al-Hasan)
anak dari
Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa bin
Muhammad (al-Naqib) bin (‗Ali) al-Uraidi.‖161
3. Adakah kitab abad keempat sampai
kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di
Hadramaut?
Tidak ada kitab sejarah dan kitab nasab yang menyatakan
Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di Hadramaut.
Al-Janadi (w.732) dalam kitab Al Suluk tidak merekam adanya makam
Ahmad bin ‗Isa, padahal ia sejarawan yang rajin mencatat
namanama makam yang diziarahi dan dianggap berkah. Artinya pada tahun 732 H.
itu, makam Ahmad bin ‗Isa belum dikenal (dibaca ‗tidak ada‘) seperti saat ini.
161160 AlAl--Ubaidili, Tahdzib alUmari, Al-Majdi,
h.337-Ansab, h.176
berita makam Ahmad bin Isa
terdapat di Hadramaut itu baru dicatat abad kesepuluh oleh Bamakhramah (w.947
H.) dalam kitabnya “Qiladat al Nahar”.
Bamakhramah pula menyebutkan bahwa makam itu diyakini ada di sana karena
Abdurrahman Asegaf dulu berziarah di tempat itu berdasar cahaya yang terlihat
memancar. Jadi jelas makam yang sekarang dianggap makam Ahmad bin Isa itu
adalah makam yang baru dibangun sekitar abad sembilan Hijriah.
وتوفي اتٛد ات١ذكور باتٟسيسة ات١ذكورة وقبره في
شعبها قال ات٠طيب وكان يرى عل ات١وضع الذي يشار اليو ان قبره الشريف فيو النور
العظيم وكان شيخنا العارف بالله عبد الرتٛن بن الشيخ محمد بن علي علوي يزوره في
ذالك ات١كان
Terjemah: ―Dan Ahmad tersebut wafat di Husaisah yang telah
disebut. Dan makamnya di Syi‘b Husaisah. Dilihat cahaya agung dari tempat yang
diisyarahkan bahwa tempat itu adalah quburnya
(Ahmad bin ‗Isa) yang mulia. Dan guru kami, Al-Arif Billah
Abdurrahman bin Syekh Muhammad bin ‗Ali Alwi, berziarah ditempat itu.‖[19]
4. Adakah kitab abad keempat sampai
kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ubaidillah adalah salah satu anak dari
Ahmad bin Isa?
Ahmad bin ‗Isa (w. 345 H.(?)
dalam catatan kitab-kitab nasab yang paling dekat masanya dengannya, tidak
mempunyai anak bernama Ubaidillah. Adapun kitab-kitab yang mengkonfirmasi bahwa
Ahmad bin ‗Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah/Abdullah adalah:
Pertama, Kitab Tahdib al- Ansab wa Nihayat al-Alqab yang
dikarang Al-Ubaidili (w.437 H.). Ketika ia menyebut keturunan
‗Ali al- Uraidi, Al-Ubaidili tidak menyebut nama Ubaidillah
sebagai anak Ahmad bin ‗Isa. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad bin
‗Isa, yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:
واتٛد بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي
يلقب النفاط من ولده ابو جعفر )الاعمى( محمد بن علي بن محمد بن أتٛد ، عمي في آخر
عمره وات٨در الى البصرة واقام بها ومات بها ولو اولاد وأخوه باتٞبل لو اولاد.
Terjemah: ―Dan Ahmad bin ‗Isa al-Naqib bin Muhammad
bin ‗Ali al-Uraidi, diberikan gelar Al-Naffat, sebagian dari keturunannya
adalah Abu Ja‘far (al-A‘ma: yang buta) Muhammad bin ‗Ali bn Muhammad bin Ahmad,
ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia
mempunyai anak. Saudaranya di Al-Jabal (gunung) juga mempunyai anak.‖[20]
Kedua, Kitab Al-Majdi fi Ansab al-Talibiyin karya Sayyid Syarif Najmuddin ‗Ali
bin Muhammad al-Umari al-Nassabah ) (w.490 H.). dalam kitab itu ia menyebutkan,
bahwa di antara keturunan Ahmad bin ‗Isa ada di Bagdad, yaitu dari Al-Hasan Abu
Muhammad al-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin ‗Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa. Sama seperti Al-Ubaidili,
AlUmari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad bin ‗Isa.
Kutipan lengkapnya
seperti di bawah ini:وأتٛد
ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن
ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد
بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضي.
Terjemah: ―Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan
―al-Naffat‖ karena ia berdagang minyak nafat (sejenis
minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad
ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad,
ia anak dari Muhammad bin ‗Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad (an-Naqib)
bin
(‗Ali) al-Uraidi.‖[21]
Ketiga, Kitab Muntaqilat al- Talibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu
Tobatoba (w.400 an H.), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang
daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Talib. Dalam kitab itu
disebutkan, bahwa keturunan Abi Talib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad
al-
Naffat.)بالري( محمد بن اتٛد النفاط ابن عيسى بن
محمد الاكبر ابن علي العريضي عقبو محمد وعلي واتٟستُ.
Terjemah: ―Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Talib bernama)
Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin ‗Isa bin Muhammad
alAkbar bin ‗Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad)
ada tiga: Muhammad, ‗Ali dan Husain.‖[22]
Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah
karya Imam Al-Fakhrurazi (w.606 H.), kitab itu selesai ditulis pada tahun 597
Hijriah, dalam kitab itu Imam Al-Fakhrurazi menyatakan dengan tegas bahwa Ahmad
bin ‗Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu
sebagai berikut: .أما أتٛد الابح فعقبو من ثلاثة بنتُ: محمد ابو
جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحستُ عقبو بنيسابور
Terjemah: ―Adapun Ahmad al-Abh, maka anaknya yang
berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja‘far yang berada di kota Roy, ‗Ali yang
berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Na‘Isaburi.‖[23]
Dari kutipan di atas, Imam
Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin ‗Isa keturunannya hanya
dari tiga anak, yaitu: Muhammad, ‗Ali dan Husain. Tidak ada anak bernama
Ubaidilah atau Abdullah, baik yang berketurunan, maupun tidak.. Ia menyebutkan
jumlah anak Ahmad bin ‗Isa dengan menggunakan ―jumlah ismiyah‖ (proposisi dalam
Bahasa Arab yang disusun menggunakan kalimat isim atau kata benda) yang
menunjukan ―hasr‖ (terbatas hanya pada yang disebutkan). Para ahli nasab
mempunyai kaidah-kaidah khusus dalam ilmu nasab, diantaranya, jika menulis
dengan ―jumlah fi‘liyah‖ (proposisi Bahasa Arab yang disusun dengan menggunakan
kalimat fi‘il atau kata kerja) misalnya dengan lafadz أعَْقةََ مه ثلاثح
(ia berketurunan dari tiga anak), maka maksudnya jumlah anak yang dipunyai
tidak terbatas kepada bilangan yag disebutkan, masih ada anak yang tidak
disebutkan karena suatu hal. Tetapi jika menggunakan ―jumlah ismiyah‖ seperti
kalimat kitab Al-Syajarah al-Mubarakah itu, maka maksudnya adalah jumlah anak
yang berketurunan hanya terbatas kepada bilangan yang disebutkan. Syekh Mahdi
al-Raja‘iy dalam kitabnya Al-Mu‟qibun
mengatakan: ومن
ذالك اذا قالوا غقبو من فلان او العقب من فلان فانو يدل على ان
عقبو منحصر فيو وقوت٢م أعقب من فلان فان يدل على ان
عقبو ليس تٔنحصر فيو
Terjemah: ―Dan sebagian dari istilah para ahli nasab adalah
apabila mereka berkata ‗‘aqibuhu min fulan‘ (keturunannya dari si fulan) atau
‗al-‗al-aqbu min fulan‘ (keturunan(nya) dari si fulan) maka itu menunjukan
bahwa bahwa anaknya yang berketurunan terbatas kepada anak itu; dan ucapan ahli
nasab ‗a‘qoba min fulan‘ maka itu menunjukan bahwa sesungguhnya anaknya yang
berketurunan tidak terbatas pada anak (yang disebutkan)
itu.‖[24]
Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab
Al-Syajarah alMubarokah tinggal di Kota Roy, Iran, di mana di sana banyak
keturunan Ahmad bin ‗Isa dari jalur Muhammad Abu Ja‘far, tentunya informasi
tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad bin ‗Isa, ia dapatkan secara valid
dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy. Sampai pengarang kitab ini wafat
tahun 606
Hijriah, sudah 261 tahun dihitung mulai dari wafatnya
Ahmad bin
‗Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar
bahwa Ahmad bin ‗Isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang
bernama Alwi.
Kitab Al-Fakhri fi Ansabitalibin karya
Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (w.614 H.) menyebutkan yang
sama seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur
keturunan Ahmad bin ‗Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa. Adapun
kutipan lengkapnya adalah: منهم
أبو جعفر الاعمى محمد بن علي بن محمد بن اتٛد الابح لو اولاد بالبصرة واخوه في اتٞبل بقم لو اولاد
Terjemah: ―Sebagian dari mereka (keturunan ‗Isa al-Naqib)
adalah
Abu Ja‘far al-a‘ma (yang buta) Muhammad bin ‗Ali bin
Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Abh, ia punya anak di Basrah, dan
saudaranya di ‗Al Jabal‖ di Kota Qum, ia punya anak.‖168
Kitab Al-Asili fi Ansabittholibiyin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu
al-Toqtoqi al-Hasani (w.709 H.) menyebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad
bin ‗Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa.
Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:
ومن عقب أتٛد بن عيسى النقيب اتٟسن بن ابي سهل
أتٛد بن علي بن ابي جعفر محمد بن أتٛد
Terjemah: ―Dan dari keturunan Ahmad bin ‗Isa an-Naqib
adalah al-Hasan bin Abi Sahal Ahmad bin ‗Ali bin Abi Ja‘far Muhammad bin
Ahmad.‖169
169168 AlAl--Marwazi,
AlThaqtaqi al-Hasani, Al-Fakhri, h.30-Ashili, h. 212
Kitab Al-Sabat al-Musan
karya Ibn al- A‘raj al-Husaini
(w.787 H.) ia mengatakan bahwa sebagian anak Ahmad bin ‗Isa
adalah Muhammad. Ia tidak menyebut ada anak Ahmad bin ‗Isa yang bernama
Ubaidillah atau Abdullah. Lihat kutipan di bawah ini:
واما اتٛد فأعقب وكان من ولده ابو محمد اتٟسن
الدلال ببغداد رآه شيخنا العمري ببغداد وىو مات بأخره ببغداد وىو بن محمد بن علي
بن محمد بن أتٛد بن عيسى الرومي وكان لو اولاد منهم ابو
القاسم اتٛد الاشج ات١عروف بالنفاط…
Terjemah:
―Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan dan dari
keturunannya adalah Abu Muhammad al Hasan al-Dallal di Bagdad, guruku al-Umari
melihatnya di Bagdad, dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin
‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa al-Rumi, dan ia mempunyai beberapa anak
diantaranya Abul Qasim Ahmad al-Asyaj yang dikenal dengan al-
Naffath‖.170
Kitab Umdat
al-Talib karya Ibnu Inabah (w.828 H.), Ahmad bin ‗Isa tidak disebut mempunyai
anak bernama Ubaidillah atau Abdullah. Ibnu Inabah mengatakan: ومنهم
اتٛد الاتج بن ابي محمد اتٟسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى الاكبر
Terjemah: ―Sebagian dari keturunan Muhammad al-Naqib adalah
Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dallal bin
Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa al-
Akbar.‖171
Kronologis mula-mula pengakuan
leluhur habib sebagai keturunan rasul:
171170 AlIbnu
Inabah, Umdat al-A‘raj al-Husaini, Al
Sabat al Mushan-Thalib, h.225 ,
h. 83-84
1) Leluhur habib melihat sejarah keluarga Al Ahdal yang disebut
dalam kitab ―Al Suluk‖ karya Al Jandi (w.732 H.).
واما الاىدل فَ هُوَ بهاء سَاكنة بعد الف ولَام
وىاء بعْدىَا دَال مُهْملة مَفْت وحَة ثمَّ لَام سَاكِنة كَانَ كَبتَ القدر شهتَ
الذكر ي قَال أن جده تُ٤مَّد قدم من بلد العراق الى اليمن وىُوَ شريف حسيتٍ قدم
على قدم التصوف وَسكن اجوال السَّوْدَاء من وَادي سِهَام
Terjemah: ―Dan adapun Al-Ahdal, maka ia (dibaca)
dengan
―ha‖ yang sukun setelah ―‗Alif‖, ―lam‖ dan ―ha‖. Setelah
―ha‖ itu ada hurup ―dal‖ yang di‖fatahkan‖ yang tanpa titik, kemudian ada ―lam‖
yang sukun. Ia seorang yang berkedudukan tinggi yang popular. Disebutkan bahwa
kakeknya datang dari Irak ke negeri Yaman, ia seorang ―Syarif
Husaini‖. Ia datang dengan tapak tasawuf,
ia menempati ―Ajwal al-Sauda‘ dari lembah Siham.‖[25]
Dalam kitab tersebut leluhur
keluarga Al Ahdal yang bernama Muhammad (bin Sulaiman) disebut sebagai seorang
―Syarif Husaini‖ yang berhijrah dari Irak. Lalu ulama Ba‘alwi mengaku bahwa
leluhurnya Ahmad bin Isa ikut berhijrah bersama Muhammad bin Sulaiman itu
sebagai seorang sepupu (satu kakek). Pengakuan itu disambut oleh keturunan
Muhammad Al Ahdal yang ada di abad sembilan yang bernama Husain al-Ahdal (w.855
H.) dalam kitabnya “Tuhfat al-Zaman”
ia mengatakan:
وحكي لنا عن بعضهم ان محمد ات١ذكور خرج ىو واخ
لو وابن عم فعمد اخوه وابن عمو الى الشرق فذريتو ال با علوي في
حضرموت
Terjemah: ―Diceritakan kepada kami dari sebagian
orang, bahwa Muhammad (bin Sulaiman) tersebut keluar (berhijrah) bersama
saudara laki-laki dan saudara sepupunya. Kemudian saudara laki-laki dan saudara
sepupunya itu menuju timur.
Maka keturunan dari saudara sepupunya itu adalah
keluarga
Ba‘alwi di Hadramaut.‖173
Ketika keluarga Al Ahdal dan Ba‘alwi ini satu
kakek, berarti silsilahnya harusnya bertemu di kakek pertama. Kita lihat
silsilah keluarga Al Ahdal dalam kitab Al-Ahsab
al-‟Aliyyah fi al-Ansab alAhdaliyyah karya Abu Bakar bin Abil Qasim bin
Ahmad al-Ahdal (w. 1035 H.) ia mengatakan:
وأما نسبو رضي الله عنه فهو علي الأىدل بن عمر
بن محمد بن سليمان بن عبيد بن عيسى بن علوي بن محمد بن تٛحام بن عون بن موسى
الكاظم بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن اتٟستُ بن علي بن
أبي طالب رضوان الله عليهم أتٚعتُ ىذا نسبو
Terjemah: ―Dan adapun nasabnya, radiallahu ‗anhu, adalah:
‗Ali al-Ahdal bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin
Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin ‗Aon
bin Musa al-kadim bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-
Baqir bin ‗Ali Zainal ‗Abidin bin al-Husain bin ‗Ali bin
Abi
Talib, Ridwanallahu ‗alaihim ajma‘in‖.174
Silsilah keduanya mirip, tetapi
susunannya berbeda. Jika keluarga Ba‘alwi adalah: Alwi bin Ubed bin Ahmad bin
Isa, maka keluarga Al Ahdal adalah: Muhammad bin Sulaiman bin ubed bin Isa bin
Alwi. jelas keduanya pada mulanya merasa satu keturunan, namun akhirnya mencari
jalan sendiri-sendiri. Seharusnya, jika Ba‘alwi ini tidak mencari jalan lain
maka silsilahnya adalah: Ahmad bin Isa bin Ubed bin Alwi bin Muhammad bin
Himham dst. Ini membuktikan bahwa nasab Ba‘alwi ini nasab ―rakitan‖ yang kacau.
Yang aneh lagi, dua orang yang berhijrah itu (Ahmad bin Isa dan Muhammad bin
Sulaiman) ternyata hidupnya tidak satu masa. Ahmad
bin Isa
174173 Husain alAbubakar al-Ahdal, Tuhfat
al Zaman, juz 2 h. 238-Ahdal, (Al Ahsab al Ahdaliyah, h. 4)
wafat tahun 345 H, sementara Muhammad bin Sulaiman
wafat tahun 540 H.[26]
Keluraga Al Ahdal sendiri
tertolak sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW karena Musa al Kadzim tidak
mempunyai anak bernama Aon.
2) Setelah gagal mencantol nasab Al Ahdal,
keluarga habib Ba‘alwi berpindah jalur ke nasab Syarif Abul Jadid yang mereka
temukan juga di kitab Al Suluk. Dalam kitab Al Suluk itu disebutkan:
واحببت ان اتْٟق بهم الذين وردوىا ودرسوا فيهَا
وىم تٚاعَة من الطبَ قَة الاولى مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد
بن حَدِيد بن عَليّ بن تُ٤مَّد بن حَدِيد بن عبد الله بن أتْٛد بن عِيسَى بن
تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين
العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي
اتْٟدِيد عِنْد أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنالك يعْرفونَ بَال ابي
علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف وَفيهِمْ فُ قَهَاء يََتِ ذكر من اتٖقق
ان شَاءَ الله
تَ عَالَى مَعَ أىل ب لده
Terjemah: ―Dan aku ingin memberikan susulan nama-nama
orang-orang yang datang ke Ta‘iz dan belajar di sana. Mereka adalah jama‘ah
dari tingkatan pertama. sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, ‗Ali, bin
Muhammad bin Ahmad bin
Hadid (Jadid, dua riwayat manuskrip) bin ‗Ali bin bin
Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa bin
Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far al-Sadiq bin Muhammad al-
Baqir bin ‗Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin
‗Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama
Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman. Asalnya dari
Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang
merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf. Termasuk
didalamnya para ahli fikih yang akan datang penyebutan mereka yang aku ketahui
dengan benar, insya Allah Ta‘ala, bersama ahli negerinya.‖176
Dari redaksi itu Ali al Sakran
(w. 895 H.) mengatakan bahwa Jadid itu saudara leluhurnya yang bernama Alwi dan
Abdullah itu adalah Ubed. Pengakuan itu tanpa ada satu sumber sejarahpun di
masa Jadid itu yang mengatakan bahwa
وقد
فهمت ت٦ا تقدم اولا منقولا من تًريخ اتٞندي Jadid punya
saudara bernama Alwi. Ali al Sakran mengatakan:وتلخيص العواجي وسبق بو الكلام في ترتٚة الامام
ابي اتٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابْن أتْٛد جدِيد انو عبد الله بن اتٛد بن عيسى
Terjemah: ―Dan aku memahami dari keterangan yang
telah lewat, untuk pertama kali, berdasar apa yang terdapat dari Tarikh
al-Janadi (kitab al-Suluk) dan kitab Talkhis al-Awaji, dan telah disebutkan
pembicaraan tentangnya, dalam menerangkan biografi sosok al-Imam Abu al Hasan,
‗Ali bin
Muhammad bin Ahmad Jadid, bahwa Ubaid itu adalah
Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa.‖177
Jadi awalnya keluarga habib mengaku bersilsilah kepada
Ahmad bin Isa itu adalah karena melihat silsilah
Syarif abul Jadid yang ada dikitab Al Suluk lalu menyatakan bahwa leluhurnya
adalah saudara dari Jadid tanpa referensi penguat apapun.
3) Sayangnya pencangkokan
silsilah ke Jadid bin Abdullah itu tidak sukses, karena ternyata dalam
manuskrip Al Suluk yang lebih tua nama Abdullah itu tidak ada. silsilah Ba‘alwi
hari ini yang diambil dari silsilah Syarif Abil Jadid adalah merupakan
177176 AlAli al Sakran,
Al-janadi…Juz 2 h. 135-Burqat, h. 150-136
versi kitab Al Suluk yang dicetak berdasarkan
manuskrip Mesir tahun 877 H. Sedangkan dalam manuskrip Paris yang disalin 820
H. bahwa Jadid bukan anak Abdullah bin Ahmad, tetapi ia adalah anak langsung
dari Ahmad. Teori ‗Ali alSakran bahwa Ubaid yang tercatat dalam versi Bani
Ahdal adalah nama lain dari Abdullah, tertolak mentah-mentah.
4) Para pembela Ba‘alwi berusaha
mendatangkan sanad sanad yang katanya ditulis pada abad ke enam Hijriah, tetapi
jelas sanad-sanad itu adalah sanad palsu. Nama-nama keluarga habib sampai abad
kedelapan tidak tercatat sebagai ulama apalagi ulama hadits, bagaimana bisa
mereka meriwayatkan hadits?
5. Benarkah hasil tes DNA Klan Ba‘alwi
(habib) terbukti bukan keturunan Nabi Muhammad SAW?
Menurut
https://www.familytreedna.com/groups/j-1el147/about/background disimpulkan
bahwa:
–
Individu L859+ adalah keturunan suku Quraisy
–
Individu FGC8703+ adalah keturunan marga Banu
Hashem
–
Individu FGC10500+ adalah keturunan Imam Ali AS
–
Individu FGC30416+ adalah keturunan Imam Hussein
AS
Sedangkan para Habib Ba‘alwi yang
sudah tes DNA mayoritas mereka tidak memeiliki kode-kode di atas.
Menurut DR. Sugeng Sugiharto,
keturunan Nabi Muhammad SAW jalur paternal (laki-laki) harus berhaplogroup J,
karena Nabi Ibrahim AS berhaplogroup J.
Sedangkan dari ratusan para habib Ba‘Alwi yang telah
melakukan tes DNA, hasilnya mayoritas mereka berhaplogroup G. Berarti mereka
bukan hanya tidak terkonfirmasi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi
juga mereka tidak termasuk keturunan Nabi Ibrahim AS.
―Ba‘alwi itu, nasabnya ke Nabi Ibrahim itu tertolak,
karena tidak bisa dikonfrontasi dan dikonfirmasi dengan keturunan Nabi Ishak.
Kalau mereka mengaku sebagai keturunan Imam Ali, dengan sendirinya keturuna
Nabi Ismail, maka haplotype mereka dari Nabi Ibrahim ke atas harus sama dengan
para kohen…logikanya, bagaimana mereka keturunan Imam Ali, wong bani Ibrahim
aja bukan..‖, tegas Doktor Sugeng dalam sebuah konten di chanel youtube yang di
uplod tanggal 1 Januari 2024 dengan judul ―Nasab G-Y32612 itu ke Ibrahim saja
hil yang Mustahal, bagaimana jadi Alawiyyin ??‖.
Kita bisa ambil beberapa contoh keluarga
Ba‘alwi yang telah melakukan tes DNA
(https://www.familytreedna.com/public/baalawi?iframe=ycolo
rized), misalnya seorang bapak dari Al-Habsyi yang yang tes DNA dengan nomor
KIT: IN89146, ia tinggal di Saudi Arabia, hasilnya ia berhaplogroup G-M201.
Gagal. Contoh lain, seorang bapak dari Bin Syekh Abubakar, ia tes DNA dengan
nomor KIT: M9523, ia tinggal di Indonesia, hasilnya haplogroupnya G-M201. Gagal
juga. Contoh lain seorang bapak dari Assegaf, ia tes DNA dengan nomor KIT:
88697, ia tinggal di Yaman, hasilnya haplogroupnya G-M201. Gagal lagi. Contoh
lain, seorang bapak bernama Omar, ia tes DNA dengan nomor KIT: IN76599 , ia
tinggal di Yaman, hasilnya, haplogroupnya G-M201. Gagal maning. Dan masih
banyak lagi contoh-contoh hasil tes DNA dari klan Ba‘alwi yang dapat kita unduh
dari berbagai macam situs penyedia jasa tes DNA. Hasilnya mayoritas mereka
berhaplogroup G-M201.
6. Apa hukum penggunaan tes DNA dalam
memvalidasi nasab menurut hukum Islam?
Menurut hasil keputusan Muktamar
NU ke-31 tahun 2024 bahwa tes DNA bisa untuk menafikan ilhaq nasab, namun belum
tentu bisa menentukan ilhaq nasab (Ahkamul Fuqoha, cet.2010 h. 509)
[1]
Hanif dkk…h.219
[2] Abdurrahman Qaraja…h.71
[3]
Khalil Ibrahim…86
[4]
Khalil bin Ibrahim…h. 58
[5]
Khalil Ibrahim…h.85
[6]
Hanif dkk…h. 219
[7]
Khalil Ibrahim…h.85
[8]
Khalil bin Ibrahim….h. 85
[9]
Hanif dkk…h.220
[10]
Abdul Majid al-Qaraja, Al-Kafi al-Muntkhab, 49
[11]
Hanif dkk…h.221
[12] Silahkan baca cetakan
kitab Al-juz‟ullatif tersebut (halaman 493) yang dicetak dalam satu jilid
bersama kitab Syekh Abu Bakar Al-Idrus lainnya, “Diwanul Adni”. Dua Kitab itu
di cetak oleh Ahmad Muhammad Barokat melalui maktabah Darussanabil Damaskus dan
Al-hawi Beirut cetakan pertama tahun 1432 H/2011.
[13]
Ibnu
Hajar Al-Haitami, Al-Tsabat, h. 195
[14]
Khalil
bin Ibrahim…h.58
[15]
Abubakar
Al-Idrus, Al-Juz al-Latif, dalam Diwan
al-Adni, h. 493
[16]
Hanif dkk…h.222-223
[17]
Khalil Ibrahim…h.85
[18]
Abu
Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Tusi, Al-Gaybah, (Muassasah
Al-
Ma’arif al-Islamiyah, Qum, 1425 H.) h. 199
[19]
Bamakhramah,
Qiladat al-Nahr, juz 2 h.681
[20]
Al-Ubaidili…h.176
[21] Al-Umari…h. 377
[22] Abu Ismail Thobathoba, Muntaqilat
al-Thalibiyah, h.160
[23]
Al-Fakhrurazi,
Al-Syajarah al-Mubarakah, h. 111
[24]
Mahdi
al-Rajai, Al-Mu‟qibun, h.14
[25]
Al-janadi…
juz 2 h.360
[26]
Lihat
Zabarat al-Hasani, Nail al-Hasanain,
121

Posting Komentar untuk "Lanjutan BabII: Menjawab Framing Hanif Dkk Bahwa Penulis Menentang, Mengabaikan Dan Merendahkan Pengakuan Para Ulama Muktabar"
Terima kasih kunjungannya, silahkan beri komentar ...